Pemantauan Harga Pangan Pokok BKP Kabupaten Deli Serdang
Senin, 10 Desember 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten Deli Serdang bulan Nopember 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten
Deli Serdang bulan Nopember 2012 secara rata-rata dapat di download di sini
Rabu, 05 Desember 2012
TEKNOLOGI PANGAN SEBAGAI PENDUKUNG KETAHANAN PANGAN
TEKNOLOGI PANGAN SEBAGAI PENDUKUNG
KETAHANAN PANGAN
(Pembahas)
I Wayan Rusastra
Peneliti
Utama Agro Ekonomi, PSEKP, Bogor, dan Programme
Leader R&D, UNESCAP-CAPSA, Bogor
A.
Pendahuluan
Makalah
yang dibahas: Teknologi Pangan sebagai Pendukung Ketahanan Pangan, merupakan
pilihan topik makalah utama yang tepat dalam mendukung tema seminar
“Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian sebagai Penggerak Ketahanan Pangan
Nasional”. Makalah yang disampaikan Prof. M. Qazuini telah memberikan landasan
teoritis yang kuat tentang justifikasi urgensi teknologi pangan dalam mendukung
ketahanan pangan. Landasan teoritis ini dinilai mendasar, sehingga tidak perlu
ada keraguan lagi tentang prioritas pelaksanaan likaji dan pengembangan
teknologi pangan dalam mendukung program pembangunan pertanian daerah dalam
rangka peningkatan ketahan pangan masyarakat pedesaan.
Dalam
konteks penciptaan dan pemasyarakatan teknologi pangan tentu tidak dapat
dilepaskan keterkaitannya dengan pemecahan masalah riil dilapangan. Teknologi
pangan yang diciptakan dan dikembangkan harus mampu memfasilitasi program
pengolahan hasil pertanian dan pengembangan industrui pangan dilapangan.
Keberhasilan membangun padu-padan (link and match) tersebut diatas diharapkan
mampu mencapai sasaran pembangunan ketahan pangan yang mencakup aspek
ketersediaan pangan, aksesibilitas ekonomi, distribusi dan konsumsi pangan,
serta keberlanjutan industri pangan.
Makalah
bahasan ini akan menyampaikan review ringkas dari makalah yang dibahas, yang
selanjutnya dikomplementasi dengan deskripsi kebijakan strategis ketahanan
pangan nasional, program pengolahan hasil pertanian, dan pengembangan industri
pangan dilapangan. Dari bahasan ini diharapkan dapat dirumuskan strategi
pengembangan teknologi pangan dilapangan.
B.
Review
Ringkas Makalah
Secara
ringkas makalah yang ditulis Prof. M. Qazuini, telah mampu memberikan arahan
dan rujukan teoritis tentang urgensi dan antisipasi pengembangan teknologi
pangan sebagai berikut: (a) Justifikasi urgensi teknologi pangan dalam
mendukung ketahanan pangan; (b) Rumusan dimensi dan program ketahanan pangan,
khususnya yang terkait dengan aspek ketersediaan pangan; (c) Pemahaman ilmu
pangan dan gizi untuk mendapatkan gizi yang cukup dan berimbang untuk dapat
hidup sehat dan produktif; (d) Urgensi dari pengolahan pangan, dimana peran
penurunan kadar air melalui proses pengeringan merupakan alternatif solusi yang
aplikatif; (e) Deskripsi persyaratan yang harus dipenuhi pada setiap tahapan
dalam proses pengolahan produk: panen, tempat penyimpanan dan ruangan
penyimpanan; (f) Alasan pokok perlunya pengolahan bahan pangan dan teknik utama
dalam pengawetan pangan; (g) Deskripsi praktis teknologi pangan (pemberiaan
senyawa kimia) dan antisipasi dampaknya yang mencakup peningkatan hasil bahan
dasar, mencegah kerusakan, meningkatkan cita rasa, memperbaiki tekstur pangan,
menambah nilai gizi, mempermudah pengemasan, dan lain-lain.
Penulis
menekankan bahwa teknologi senyawa kimia ini bersifat dinamis dan penggunaannya
harus mengikuti kaidah hukum yang berlaku. Disadari bahwa review ringkas ini
jauh dari sempurna, dan diyakini tidak merepresentasikan secara utuh dan
memadai makalah yang ditulis oleh Prof. M. Qazuini. Seperti disampaikan pada
awal bahasan ini, makalah utama ini telah mampu memberikan pedoman teoritis dan
pada aspek tertentu bersifat praktis operasional dalam meyakinkan peran dan
urgensi teknologi pangan dalam mendukung ketahanan pangan.
C.
Kebijakan
Strategis Ketahanan Pangan dan Program Pengolahan Hasil Pertanian
Teknologi
pangan pada hakekatnya diarahkan untuk memfasilitasi program pengolahan hasil
pertanian dengan sasaran dapat mendukung kebijakan strategis ketahanan pangan.
Pada tahap awal, sebaiknya dipahami secara baik kebijakan strategis ketahanan
pangan nasional saat ini. Bahasan kebijakan strategis ketahanan pangan ini
mengacu pada tiga dimensi/indikator utama, yaitu ketersediaan, distribusi dan
konsumsi pangan dalam konteks mencapai sasaran ketahanan pangan ditingkat
nasional/regional/rumah tangga (Dewan Ketahanan Pangan, 2006).
Strategi umum didalam mewujudkan
ketahanan pangan akan ditempuh melalui strategi jalur ganda (twin-track
strategy) (Nainggolan, 2006), yaitu: (a) Membangun ekonomi berbasis pertanian
dan pedesaan untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan; (b) Memenuhi
pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan melalui pemberian
bantuan langsung dan pemberdayaan, agar mereka tidak semakin terpuruk dan mampu
mewujudkan ketahan pangan secara mandiri. Dalam implementasinya, strategi ini
perlu dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak terkait
dengan fasilitasi pemerintah.
Secara
lebih spesifik, kebijakan strategis ketahanan pangan pada hakekatnya diarahkan
untuk mampu memecahkan permasalahan dan mencapai sasaran pengembangan ketahanan
pangan (Nainggolan, 2006; Apriyantono, 2006). Dalam aspek ketersediaan,
kebijakan strategis diarahkan kepada: (a) Meningkatkan kualitas sumberdaya alam
dan lingkungan; (b) Meningkatkan infrastruktur pertanian dan pedesaan; (c)
Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri; dan
(d) Mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan
masyarakat.
Terkait
dengan pencapaian sasaran dalam aspek distribusi, sedikitnya terdapat
empat kebijakan strategis yang diarahkan pada: (a) Meningkatkan sarana dan
prasarana untuk perbaikan efisiensi distribusi dan perdagangan pangan; (b)
Mengurangi dan/atau menghilangkan peraturan daerah yang menghambat distribusi
pangan antar daerah; (c) Mengembangkan kelembagaan dan sarana fisik pengolahan
dan pemasaran di pedesaan; dan (d) Menyusu kebijakan harga pangan untuk
melindungi produsen dan konsumen.
Dalam
aspek konsumsi, kebijakan strategis ketahanan pangan diarahkan pada: (a)
Meningkatkan kemampuan akses pangan rumah tangga sesuai dengan kebutuhan menurut
jumlah, mutu, keamanan, dan keseimbangan gizi; (b) Mendorong, mengembangkan,
dan memfasilitasi peran serta masyarakat dalam memnuhi hak atas pangan
khususnya bagi kelompok kurang mampu; (c) Meningkatkan efisiensi dan
efektivitas intervensi bantuan pangan dan pangan bersubsidi kepada golongan
masyarakat rawan pangan; dan (d) Mempercepat proses diversifikasi pangan kearah
konsumsi yang beragam, bergizi dan berimbang.
Permasalahan
terkait dengan upaya membangun usaha pengolahan diantaranya (Damardjati, 2006),
adalah: (a) Skala usaha kecil dan tersebar, sehingga berdampak kepada tingginya
inefisiensi karena besarnya biaya pemasaran; (b) Masih rendahnya standar
penangan pasca panen dan pengolahan; (c) Kinerja teknologi pengolahan dinilai
belum mampu menghasilkan produk olahan berdaya saing tinggi sesuai dengan
tuntutan kompetisi pasar yang semakin tinggi; (d) Mutu produk olahan dinilai
masih rendah, kuantitas rendah, dan adanya inkontinuitas produk.
Sedikitnya
terdapat dua program yang terkait langsung dengan pembangunan usaha pengolahan
yaitu program pengembangan pasca panen/
pengolahan; dan program pengembangan sistim manajemen mutu dan standarisasi.
Program pengembangan pasca panen dan pengolahan mencakup program pengembangan
kecamatan pasca panen; dan program pengembangan kawasan agro-industri pedesaan.
Deskripsi program pengembangan kecamatan pasca panen adalah sebagai berikut:
(a) Penumbuhan kelembagaan pasca panen dalam kawasan kecamatan dengan
antisipasi akan memudahkan pembinaan dan penerapan teknologi; (b) Kelembagaan
kelompok pasca panen yang telah terbina dengan baik diharapkan akan menjadi
modal dasar dalam membangun jaringan pemasaran berbasis supply chain manajemen
(SCM); dan (c) Keanggotaan kelompok pasca panen terdiri dari petani/kelompok
tani dan stakeholder lainnya.
Deskripsi program pengembangan kawasan
agro-industri pedesaan mencakup: (a) Pengembangan unit pengolahan yang
terintegrasi dengan sentra produksi bahan baku
dan sarana penunjangnya; (b) Pengembangan usaha pengolahan skala rumah tangga
dan kecil yang didukung oleh industri sejenis skala menengah dan besar; (c)
Pengembangan manajemen pengolahan hasil tanaman pangan.
Progress pengembangan system manajemen
mutu dan standarisasi mencakup aspek (Damardjati, 2006): pengembangan sistim
manajemen mutu; pengembangan sistim sertifikasi dan pelabelan; dan pengembangan
sistim akreditasi. Target dari pengembangan ini adalah terbangunnya sistim
sertifikasi dan pelabelan mutu beras, dan terbangunnya sistim sertifikasi
pangan (palawija) dan produk pertanian lainnya.
Program terkait dengan pasca panen dan pengolahan ini
harus dilakukan secara komplemen dan sinergis dengan program pengembangan
pemasaran yang mencakup (Damardjati, 2006): (a) Pengembangan pasar dalam negeri
yang diikuti dengan tingkat proteksi yang memadai; (b) Pengembangan
infrastruktur pemasaran (fisik dan kelembagaan) dengan sasaran peningkatan
efisiensi pemasaran; (c) Pengembangan jaringan pemasaran berbasis supply chain
management (SCM); (d) Pengembangan sistim informasi pemasaran; dan (e)
Pengembangan pasar ekspor serta penguatan negosiasi dan lobi di forum regional
dan internasional.
D.
Pengembangan Industri Pangan
Pembelajaran dari lapangan, menarik
untuk diungkap pengalaman Garuda Food dalam pengembangan industri pangan
(palawija), khususnya kacang tanah (Sibarani, 2006) dengan narasi ringkas
sebagai berikut: (a) Kacang tanah sebagai “branded product” harganya relatif
stabil karena produknya yang bersifat spesifik; (b) Industri bertumbuh secara
berkelanjutan, karena adanya kontinuitas penawaran dan permintaan yang pada
akhirnya berdampak pada stabilitas harga; (c) Kebijakan dan program
pengembangan industri harus mampu memberikan nilai tambah sepanjang rantai
(primer-sekunder-tertier) melalui pengembangan R&D, teknis proses dan pengembangan
produk, distribusi logistik, dan promosi pemasaran; (d) Pengembangan industri
melalui pendekatan kemitraan secara terpadu sehingga mampu mencapai kinerja
industri secara baik (kondisi lancar) dan tidak terdapat pembatas yang berarti
dalam pengembangan lahan usaha.
Tujuan kemitraan yang dikembangkan
Garudafood adalah: (a) Menjamin kontinuitas supply bahan baku
industri; (b) Menjamin kualitas bahan baku;
(c) Memberikan kepastian harga; dan (d) Membangun kemitraan seluas-luasnya dan
memberdayakan potensi yang ada didaerah. Strategi kemitraan yang
dipertimbangkan mencakup: (a) Intensifikasi: menggunakan sarana produksi
pertanian yang direkomendasikan oleh industri maupun Dinas Pertanian setempat;
(b) Ekstensifikasi: dengan penggunaan lahan HGU atau penggunaan lahan
perkebunan dengan sistim tumpangsari dan rotasi; dan (c) Persyaratan teknis:
kesesuaian faktor agronomi, komoditas (varietas), kesepakatan, dan lain-lain.
Dalam konteks pengembangan pertanian
(produksi-pengolahan-pemasaran) menarik untuk diungkap keberhasilan Gorontalo
dalam pengembangan program agropolitan berbasis komoditas jagung (Muhammad,
2006). Terdapat sembilan pilar menuju pembangunan pertanian modern (agribisnis
jagung) sebagai berikut: (1) Pengembangan dan penyediaan alsintan; (2) Penyediaan
dana penjamin petani (APBD + ASKRINDO + Bank BRI + Bank Mandiri + Bank BNI);
(3) Penyediaan benih unggul, pupuk, dan pengendalian hama penyakit; (4)
Memperlancar pemasaran dengan jaminan harga dasar melalui BUMD; (5) Pembangunan
prasarana irigasi dan jalan akses agropolitan; (6) Percontohan (show window)
disetiap kabupaten/kecamatan Posko Agropolitan; (7) Peningkatan SDM pertanian;
(8) Peningkatan peran Maize Center dalam penelitian dan pengkajian teknologi;
(9) Perencanaan dan koordinasi, khususnya dalam mencapai efisiensi dan
efetivitas pengembangan infrastruktur.
Kegiatan pasca panen dan penyuluhan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Pilar 4: Memperlancar
pemasaran dengan jaminan harga dasar melalui BUMD dengan cakupan aktivitas: (a)
Melakukan pembinaan dan koordinasi dengan pengusaha, pedagang pengumpul,
pedagang besar dalam mempertahankan tingkat harga yang layak untuk petani; (b)
Promosi dan kerjasama dengan pengusaha diluar daerah maupun diluar negeri dalam
pemasaran jagung dan komoditas lainnya; (c) Pembinaan dan penanganan pasca
panen untuk meningkatkan kualitas produksi; dan (d) Pembinaan dan penanganan
pengolahan untuk menghasilkan produk olahan.
Menarik untuk dikemukakan strategi program kemitraan
dalam pengembangan agribisnis jagung di Gorontalo yang dimulai dari Sektor
Hilir, yaitu pemasaran (Muhammad, 2006) dengan justifikasi sebagai berikut:
(a) Eksistensi pasar akan menjamin kepastian harga dan keuntungan pelaku
agribisnis jagung; (b) Kepastian harga akan mendorong peningkatan usahatani
jagung yang berdampak pada peningkatan produksi, pendapatan petani, keuntungan
pedagang, dan memudahkan investor menghitung besarnya investasi yang ditanam
didaerah (Gorontalo); dan (d) Mendorong para pengusaha, petani, dan institusi
pemerintah dari provinsi tetangga untuk menjual jagung ke Gorontalo.
E.
Strategi Pengembangan Teknologi Pangan
Mengacu pada hasil pembahasan sebelumnya
dapat dirumuskan beberapa kebijakan strategis dalam pengembangan teknologi
pangan, sebagai berikut:
1. Pengembangan teknologi pangan harus memenuhi
kualifikasi teknis, ekonomis, dan sosial, sehingga mampu menghasilkan produk
olahan yang memenuhi persyaratan mutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan;
2. Pengembangan teknologi pangan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan aspek sertifikasi dan standarisasi produk, serta perlu
mendapatkan dukungan efisiensi pemasaran yang memadai. Sasarannya adalah agar
nilai tambah dan bagian harga yang diterima petani pengolah relatif tinggi dan
menguntungkan sebagai bagian insentif pengembangan usaha.
3. Pengembangan teknologi pangan harus mampu memecahkan
permasalahan riril yang dihadapi masyarakat, dapat memfasilitasi program pasca
panen dan pengolahan, serta dapat secara meyakinkan memberi dukungan terhadap
pencapaian sasaran kebijakan strategis ketahanan pangan.
4. Kebijakan pengembangan teknologi pangan sepantasnya
memberikan otonomi yang luas kepada pemerintah daerah, mengingat penguasaan
sumber daya, pendanaan, dan otoritas perencanaan ada didaerah. Fasilitasi
pengembangan SDM, pengembangan teknologi, pendampingan teknis dan manajemen
perlu diberikan secara maksimal pada pemerintah/masyarakat didaerah.
5. Pemilihan komoditas prospektif, pendekatan
partisipatif dan pemberdayaan, pelibatan peran swasta, dan pengembangan
jaringan kerja domestik dan internasional dalam pengembangan industri
pengolahan (agroindustri) di pedesaan perlu dipahami justifikasi dan urgensinya
dan diupayakan secara koordinatif dan sungguh-sungguh oleh pemerintah daerah
bersama-sama dengan masyarakat.
6. Program kemitraan dinilai tetap relevan dalam
pengembangan agroindustri dalam perspektif sharing resiko (teknis, ekonomi dan
sosial), dengan fasilitasi pemerintah. Program kemitraan hendaknya diinisiasi
dari penanganan aspek pemasaran, yang dinilai mampu memberikan insentif dan mendorong
partisipasi pelaku terkait dengan lebih efektif.
7.
Program Primatani
sebaiknya dibangun dengan mempertimbangkan basis industri pengolahan komoditas
tertentu, dengan kawasan wilayah kecamatan. Pengembangan keterkaitan fungsional
dan institusional ke hulu (subsistim produksi) dan ke hilir (subsistim
pemasaran) akan dapat dibangun dengan lebih mudah dan lebih efektif
F. Penutup
Landasan teoritis dalam pengembangan
teknologi pangan yang disampaikan Prof. M. Qazuini telah memberikan arah dan
justifikasi yang kuat tentang urgensi dan prioritas litkaji dan pengembangan
teknologi pangan. Dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan mampu
memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, serta dapat
secara efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan pangan.
Mengacu pada
permasalahan dan program pengolahan dan pemasaran hasil pertanian serta
kebijakan strategi ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan konsumsi),
dan keberhasilan swasta (kasus Garudafood) dan daerah (kasus Pemerintah Daerah
Gorontalo) dalam pengembangan agribisnis jagung dapat dirumuskan kebijakan
strategis pengembangan teknologi pangan. Kebijakan strategis tersebut mencakup
aspek pengembangan kualifikasi teknologi; keterpaduan pengolahan dan pemasaran;
relevansi dan efektivitas teknologi; pemberian otonomi luas kepada daerah;
pelibatan swasta/pemilihan komoditas prospektif berbasis pemberdayaan/dan
pengembangan jaringan kerja secara luas; pengembangan program kemitraan
berawal/berbasis pemasaran; dan pengembangan program Primatani berbasis
industri pengolahan.
Daftar
Pusaka
Apriyantono, A. 2006. Kinerja dan Kebijakan Strategis
Pembangunan Pangan Nasional. Makalah disampaikan pada “Silahturahmi Nasional
Anggota Legislatif Partai Keadilan Sejahtera”, di Auditorium BPPT, Jl. .H.
Thamrin No. 8, Jakarta,
30 April 2006.
Damardjati, D.S. 2006. Kebijakan dan
Program Nasional Pengembangan Agribisnis Palawija. Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Berbasis Palawija, UNESCAP-CAPSA dan Puslitbang Tanaman
Pangan, di Bogor, 13 Juli 2006.
Dewan Ketahanan Pangan. 2006. kebijakan Umum Ketahanan
Pangan 2006-2009. Departemen Pertanian, Jakarta.
Muhammad, F. 2006. Pengembangan
Infrastruktur sebagai Pilar Menuju Pembangunan Pertanian Modern di Gorontalo.
Seminar Nasional Agribisnis Berbasis Palawija. UNESCAP-CAPSA dan Puslitbang
Tanaman Pangan, di Bogor, 13 Juli 2006.
Nainggolan, K. 2006. Kebijakan Ketahanan Pangan. Badan
Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Nainggolan, K. 2006. Peran Agribisnis Palawija dalam
Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan. Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis Berbasis Palawija. Seminar Nasional Agribisnis Berbasis
Palawija. UNESCAP-CAPSA dan Puslitbang Tanaman Pangan, di Bogor, 13 Juli 2006.
Sibarani, F.M.A. 2006, Kemitraan
Agroindustri Palawija. Seminar Nasional Nasional Agribisnis Berbasis Palawija.
UNESCAP-CAPSA dan Puslitbang Tanaman Pangan, di Bogor, 13 Juli 2006.
Label:
alternatif,
cadangan pangan,
deli serdang,
harga pangan,
ketahanan,
ketahanan pangan,
konsumen,
pemantauan,
tantangan,
teknologi
Senin, 19 November 2012
Bioteknologi, Solusi Hadapi Krisis Pangan
Bioteknologi adalah jalan
keluar atau solusi menghadapi tantangan dan ancaman krisis pangan dunia,
termasuk Indonesia. Koordinator Asia bidang Program Keamanan Hayati (program for biosafety system)
Julian Adams mengatakan bahwa rekayasa genetika tanaman pangan dengan
bioteknologi harus dilakukan dan dikembangan demi mengantisipasi ancaman
krisis pangan dunia yang diramalkan akan memuncak mulai tahun 2050
kelak.
"Bioteknologi juga bisa menjadi jawaban perubahan iklim global, krisis air, sekaligus pengurangan pestisida dan emisi karbon dunia," ujar Julian Adams usai berbicara dalam seminar Agricultural Biotechnology di Universitas Jember, Kamis, 27 september 2012.
Pakar bioteknologi dari University of Michigan itu menambahkan badan pangan dunia (FAO) meramalkan akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebanyak 60 persen agar penduduk dunia tidak terpuruk dalam kemiskinan dan kelaparan. "Pemuliaan varietas tanaman pegangan, seperti beras, jagung, tebu, dan gandum dengan memanfaatkan bioteknologi harus terus dilakukan," kata dia.
Rekayasa genetika itu, katanya, harus dilakukan untuk mendapatkan beberapa varietas tanaman yang memiliki ketahanan perubahan iklim. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir perubahan iklim tidak bisa diprediksi. Akibatnya, mulai banyak terjadi kekeringan dan banjir yang sangat merugikan tanaman para petani sebagai produsen pangan.
Pakar ilmu biologi molekuler dari Universitas Jember, Bambang Sugiharto, mengatakan, perubahan iklim serta pertumbuhan penduduk yang semakin cepat merupakan ancaman ketahanan pangan. Dampak perubahan iklim yang membuat terganggunya organisme tanaman dan kondisi tanah ikut berpengaruh pada produksi pangan. "Pemerintah dan praktisi pertanian harus serius mencari solusi yang cepat dan tepat guna. Bioteknologi bisa menjadi jawabannya," katanya.
Bioteknologi untuk pemuliaan varietas tanaman saat ini berbeda dengan beberapa tahun lalu. "Dulu, bioteknologi dengan cara eksploitasi potensi kimiawi mikroba untuk mengahasilkan barang atau jasa, sekarang dengan memilih dan mengembangkan sifat genetis yang unggul," katanya.
Dengan teknologi rekayasa genetika atau genetic engineering, para pemulia dapat merakit varietas-varietas baru yang tahan dengan permasalahan pertanian, seperti penyakit dan hama, genangan air, salinitas, dan kekeringan. Rekayasa genetika itu, kata dia, membuat "organisme baru" produk bioteknologi dengan sifat-sifat yang menguntungkan bagi manusia seperti jagung dan padi tahan hama serta tahan cuaca ekstrim.
Di beberapa negara seperti Jepang dan Thailand, kata Sugiharto, penggunaan bioteknologi mulai dari hulu sampai hilir sudah bisa dimanfaatkan masyarakat, termasuk para petani. "Mereka telah mendapatkan manfaat secara ekonomis dengan meningkatnya produksi pangan, pengurangan biaya pestisida dan tenaga kerja, efisiensi lahan dan pengolahan tanah serta dampak positif terhadap lingkungan dengan berkurangnya emisi gas rumah kaca," kata penemu tebu yang tahan terhadap kekeringan itu.
MAHBUB DJUNAIDY
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2012/09/27/061432310/Bioteknologi-Solusi-Hadapi-Krisis-Pangan
"Bioteknologi juga bisa menjadi jawaban perubahan iklim global, krisis air, sekaligus pengurangan pestisida dan emisi karbon dunia," ujar Julian Adams usai berbicara dalam seminar Agricultural Biotechnology di Universitas Jember, Kamis, 27 september 2012.
Pakar bioteknologi dari University of Michigan itu menambahkan badan pangan dunia (FAO) meramalkan akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebanyak 60 persen agar penduduk dunia tidak terpuruk dalam kemiskinan dan kelaparan. "Pemuliaan varietas tanaman pegangan, seperti beras, jagung, tebu, dan gandum dengan memanfaatkan bioteknologi harus terus dilakukan," kata dia.
Rekayasa genetika itu, katanya, harus dilakukan untuk mendapatkan beberapa varietas tanaman yang memiliki ketahanan perubahan iklim. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir perubahan iklim tidak bisa diprediksi. Akibatnya, mulai banyak terjadi kekeringan dan banjir yang sangat merugikan tanaman para petani sebagai produsen pangan.
Pakar ilmu biologi molekuler dari Universitas Jember, Bambang Sugiharto, mengatakan, perubahan iklim serta pertumbuhan penduduk yang semakin cepat merupakan ancaman ketahanan pangan. Dampak perubahan iklim yang membuat terganggunya organisme tanaman dan kondisi tanah ikut berpengaruh pada produksi pangan. "Pemerintah dan praktisi pertanian harus serius mencari solusi yang cepat dan tepat guna. Bioteknologi bisa menjadi jawabannya," katanya.
Bioteknologi untuk pemuliaan varietas tanaman saat ini berbeda dengan beberapa tahun lalu. "Dulu, bioteknologi dengan cara eksploitasi potensi kimiawi mikroba untuk mengahasilkan barang atau jasa, sekarang dengan memilih dan mengembangkan sifat genetis yang unggul," katanya.
Dengan teknologi rekayasa genetika atau genetic engineering, para pemulia dapat merakit varietas-varietas baru yang tahan dengan permasalahan pertanian, seperti penyakit dan hama, genangan air, salinitas, dan kekeringan. Rekayasa genetika itu, kata dia, membuat "organisme baru" produk bioteknologi dengan sifat-sifat yang menguntungkan bagi manusia seperti jagung dan padi tahan hama serta tahan cuaca ekstrim.
Di beberapa negara seperti Jepang dan Thailand, kata Sugiharto, penggunaan bioteknologi mulai dari hulu sampai hilir sudah bisa dimanfaatkan masyarakat, termasuk para petani. "Mereka telah mendapatkan manfaat secara ekonomis dengan meningkatnya produksi pangan, pengurangan biaya pestisida dan tenaga kerja, efisiensi lahan dan pengolahan tanah serta dampak positif terhadap lingkungan dengan berkurangnya emisi gas rumah kaca," kata penemu tebu yang tahan terhadap kekeringan itu.
MAHBUB DJUNAIDY
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2012/09/27/061432310/Bioteknologi-Solusi-Hadapi-Krisis-Pangan
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten Deli Serdang bulan Oktober 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten
Deli Serdang bulan Oktober 2012 secara rata-rata dapat di download di sini
Label:
cadangan pangan,
deli serdang,
Harga,
harga pangan,
inflasi,
ketahanan,
ketahanan pangan,
konsumen,
krisis,
krisis pangan,
masyarakat,
pangan,
pangan pokok,
pasar,
pemantauan,
rumah tangga
Lokasi:
Lubuk Pakam, Deli Serdang
Rabu, 17 Oktober 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten Deli Serdang bulan September 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten
Deli Serdang bulan September 2012 secara rata-rata dapat di download di sini
Label:
deli serdang,
Harga,
harga pangan,
ikan,
ketahanan,
ketahanan pangan,
konsumen,
krisis pangan,
masyarakat,
pangan,
pangan pokok,
pemantauan
Senin, 17 September 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten Deli Serdang bulan Agustus 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten
Deli Serdang bulan Agustus 2012 secara rata-rata dapat di download di sini
Senin, 13 Agustus 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten Deli Serdang bulan Juli 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten
Deli Serdang bulan Juli 2012 secara rata-rata dapat di download di sini
Langganan:
Postingan (Atom)