Selasa, 21 Februari 2012

KEAMANAN PANGAN, GIZI BURUK SERTA DAMPAK SOSIO-EKONOMINYA

Mendapatkan makanan yang aman adalah hak azasi setiap orang (ICN, Roma, 1992). Pada kenyataannya, belum semua orang bisa mendapatkan akses terhadap makanan yang aman. Hal ini ditandai dengan tingginya angka kematian dan kesakitan yang diakibatkan oleh Penyakit Bawaan Makanan (PBM). Secara umum PBM dapat diakibatkan oleh bahaya biologi dan kimia. WHO (2004) dalam laporannya menyebutkan bahwa angka kematian global akibat diare selama tahun 2002 adalah sebesar 1,8 juta orang. Angka kesakitan global karena PBM sulit sekali untuk diperkirakan. Selain diare, terdapat lebih dari 250 jenis penyakit karena mengkonsumsi makanan yang tidak aman. Terdapat tiga konsekuensi yang ditimbulkan oleh PBM: gizi buruk, dampak sosio- ekonomi di masyarakat dan penyakit sekunder yang timbul akibat PBM.

Situasi Keamanan Pangan di Indonesia

Angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi PBM dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan POM (2005) melaporkan bahwa selama tahun 2004, terdapat 152 KLB keracunan pangan, sebanyak 7295 orang mengalami keracunan makanan, 45 orang diantaranya meninggal dunia. Badan kesehatan dunia (WHO, 1998) memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1:25 untuk negara berkembang. Jika merujuk pada asumsi WHO di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia pada tahun 2004 adalah sekitar 180-ribuan orang mengalami keracunan makanan dan seribu orang diantaranya meninggal dunia!!!

Situasi ini sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia, selain berdampak langsung terhadap masalah kesehatan, kondisi ini juga mempengaruhi aspek-aspek sosio-ekonomi lainnya, seperti produktifitas kerja, aspek perdagangan, kepariwisataan dan sebagainya.

Keamanan Pangan dan Gizi Buruk

Diare, sebagai salah satu gejala utama PBM dapat menyebabkan gizi buruk melalui mekanisme kehilangan cairan (dehidrasi) dan ketidakseimbangan cairan elektrolit tubuh selama diare berlangsung. Selain itu diare juga mempengaruhi proses penyerapan zat-zat gizi/malabsorbsi, yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi dan gangguan pertumbuhan.
Efek kumulatif dari episode diare yang dialami anak terlihat jelas pada grafik di atas. Satu atau dua kali diare memang tidak membahayakan nyawa, tetapi sakit diare yang dialami anak secara berulang-ulang dapat menghambat pertumbuhan dan bahkan perkembangan mental anak. Karena itu tingginya angka diare ini dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa datang. Untuk itu masalah keamanan pangan merupakan salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam upaya menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Dampak PBM Terhadap Sosio-ekonomi

Dampak PBM terhadap ekonomi dapat dihitung melalui perkiraan biaya yang dikeluarkan untuk biaya pengobatan, kerugian yang ditimbulkan akibat tidak bisa bekerja, permasalahan hukum yang ditimbulkan dan sebagainya. Untuk konteks Indonesia, Badan POM (2005) mencoba mengkalkulasikan kerugian yang ditimbulkan akibat masalah keamanan pangan selama tahun 2004. toal kehilangan mencapai 6.7 miliar Rupiah!!!

Sebagai rujukan, di Amerika Serikat diperkirakan kerugian yang ditimbulkan akibat PBM tiap tahunnya mencapai 5 hingga 6 millar dollar. Suplai makanan di Amerika Serikat dapat dikatakan sebagai yang paling aman di dunia. Tetapi tetap saja angka kesakitan dan angka kematian karena PBM tinggi sekali. CDC memperkirakan setiap tahunnya 76 juta orang Amerika menderita sakit akibat PBM, 300 ribu diantaranya harus dirawat di rumah sakit dan 5000 orang meninggal akibat FBD.

Keamanan Pangan adalah Tanggung Jawab Bersama

Mengingat persoalan keamanan pangan di Indonesia memiliki implikasi yang sangat luas maka perlu segera mendapatkan perhatian yang lebih serius. Terciptanya system keamanan yang ideal memerlukan keterlibatan berbagai institusi untuk menjamin keamanan pangan, mulai dari hulu hingga ke hilir (from farm to fork), mulai dari proses pemanenan, distribusi, pengolahan, hingga di meja konsumen. Terciptanya kondisi keamanan pangan yang ideal adalah tanggung jawab bersama.



Yang menjadi keprihatinan, sampai saat ini kita masih belum memiliki program keamanan pangan nasional yang tertata dengan baik. Masih banyak yang harus dilakukan untuk menjawab berbagai persoalan seperti: sistem investigasi yang efektif terhadap kasus PBM, tingkat cemaran potensi bahaya biologis dan kimiawi pada berbagai bahan pangan, rencana aksi untuk mengatasi masalah detention dan holding terhadap produk makanan yang diekspor, penerapan sistem HACCP di dalam negeri dan sistem pengawasannya, dan lain-lain.

Tenaga ahli kesehatan di jajaran Pemerintah Daerah (Pemda) merupakan agen penting dalam mempersiapkan SDM di wilayahnya, diantaranya melalui perencanaan dan realisasi program keamanan pangan di masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengetahuan, kepekaan dan kepedulian terhadap masalah keamanan pangan dan peranannya dalam mencegah dan menanggulangi PBM. Sehingga tenaga ahli kesehatan Pemda dapat berperan secara optimal dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PBM.