Jumat, 08 Juni 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten Deli Serdang bulan Mei 2012
Situasi dan keadaan harga beberapa bahan pangan pokok di pasar Kabupaten
Deli Serdang bulan Mei 2012 secara rata-rata dapat di download di sini
Belajar Ketahanan Pangan dari Brasil
Brasil saat ini merupakan negara eksportir utama pangan ke seluruh
dunia. Padahal di tahun 2002 lalu negara ini memiliki sekitar 50 juta
rakyat menderita kelaparan kronis.
Perubahan drastis tersebut berkat program zero hunger (nol kelaparan) yang berfokus pada peningkatan akses pangan dan gizi. Dalam kurun waktu 10 tahun program ini sangat berhasil.
Dubes Brasil untuk Indonesia, Paulo Alberto da Silveira Soares, mengatakan program nol kelaparan tidak hanya berhasil mengentaskan rawan pangan namun juga mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
"Tugas pemerintah daerah dalam hal ini menjamin hak rakyat untuk mendapatkan pangan dan penyediaan stok pangan dalam kondisi darurat," kata Alberto dalam kuliah umum 'Ketahanan Pangan dalam Pembangunan Masyarakat' di Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (9/4/2012).
Dalam program nol kelaparan, Pemerintah Brasil fokus pada peningkatan pertanian skala kecil. Disertai penyaluran kredit petani, penyuluhan, serta pembangunan irigasi di pedesaan.
"Termasuk di antaranya pemerintah aktif mencari solusi penyebab struktural dari kerawanan pangan, melakukan reformasi agraria, dan mengatur upah minimum," katanya.
Yang tidak kalah penting, lanjut Paulo, program pembagian kartu pangan bagi keluarga miskin yang disertai pemberian bantuan uang tunai lewat program Bolsa Familia.
Dari program tersebut, kata Paulo, setidaknya berhasil mengurangi angka kerawanan pangan.
"Kasus gizi buruk pada balita telah berkurang, dari 12,5 persen di tahun 2003 menjadi 4,8 persen pada tahun 2008," katanya.
Setelah berhasil dalam program nol kelaparan, kini pemerintah mencanangkan program "Brasil tanpa Kemiskinan" yang diluncurkan sejak Juni 2011 lalu.
Program ini bertujuan mengentaskan 16,2 juta rakyat Brasil yang masih hidup dalam kondisi sangat miskin. Dengan cara memperbesar bantuan tunai untuk 800.000 keluarga miskin.
Selain itu, pemerintah berupaya meningkatkan akses pendidikan, kesehatan, sanitasi, air, listrik, pelatihan keterampilan serta bantuan pendanaan untuk keluarga petani miskin.
Program ketahanan pangan yang dilakukan Brasil, menurut Paulo, bisa dijadikan rujukan bagi pemerintah Indonesia untuk bisa melakukan hal yang sama. Salah satunya, memprioritaskan ketahanan pangan sebagai kebijakan nasional dengan melibatkan multisektor.
"Harus memahami mengapa dan di mana orang lapar. Setelah itu memberikan mereka perlindungan sosial sebagai bentuk investasi masa depan, bukan sekedar kegiatan kemanusiaan," pungkasnya.
Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2012/04/09/1957237/Belajar.Ketahanan.Pangan.dari.Brasil
Perubahan drastis tersebut berkat program zero hunger (nol kelaparan) yang berfokus pada peningkatan akses pangan dan gizi. Dalam kurun waktu 10 tahun program ini sangat berhasil.
Dubes Brasil untuk Indonesia, Paulo Alberto da Silveira Soares, mengatakan program nol kelaparan tidak hanya berhasil mengentaskan rawan pangan namun juga mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
"Tugas pemerintah daerah dalam hal ini menjamin hak rakyat untuk mendapatkan pangan dan penyediaan stok pangan dalam kondisi darurat," kata Alberto dalam kuliah umum 'Ketahanan Pangan dalam Pembangunan Masyarakat' di Sekolah Pascasarjana UGM, Senin (9/4/2012).
Dalam program nol kelaparan, Pemerintah Brasil fokus pada peningkatan pertanian skala kecil. Disertai penyaluran kredit petani, penyuluhan, serta pembangunan irigasi di pedesaan.
"Termasuk di antaranya pemerintah aktif mencari solusi penyebab struktural dari kerawanan pangan, melakukan reformasi agraria, dan mengatur upah minimum," katanya.
Yang tidak kalah penting, lanjut Paulo, program pembagian kartu pangan bagi keluarga miskin yang disertai pemberian bantuan uang tunai lewat program Bolsa Familia.
Dari program tersebut, kata Paulo, setidaknya berhasil mengurangi angka kerawanan pangan.
"Kasus gizi buruk pada balita telah berkurang, dari 12,5 persen di tahun 2003 menjadi 4,8 persen pada tahun 2008," katanya.
Setelah berhasil dalam program nol kelaparan, kini pemerintah mencanangkan program "Brasil tanpa Kemiskinan" yang diluncurkan sejak Juni 2011 lalu.
Program ini bertujuan mengentaskan 16,2 juta rakyat Brasil yang masih hidup dalam kondisi sangat miskin. Dengan cara memperbesar bantuan tunai untuk 800.000 keluarga miskin.
Selain itu, pemerintah berupaya meningkatkan akses pendidikan, kesehatan, sanitasi, air, listrik, pelatihan keterampilan serta bantuan pendanaan untuk keluarga petani miskin.
Program ketahanan pangan yang dilakukan Brasil, menurut Paulo, bisa dijadikan rujukan bagi pemerintah Indonesia untuk bisa melakukan hal yang sama. Salah satunya, memprioritaskan ketahanan pangan sebagai kebijakan nasional dengan melibatkan multisektor.
"Harus memahami mengapa dan di mana orang lapar. Setelah itu memberikan mereka perlindungan sosial sebagai bentuk investasi masa depan, bukan sekedar kegiatan kemanusiaan," pungkasnya.
Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2012/04/09/1957237/Belajar.Ketahanan.Pangan.dari.Brasil
Senin, 04 Juni 2012
AIR SUSU IBU (ASI) DAN KETAHANAN PANGAN
Salah satu tema diskusi
dalam pertemuan Asian
European Meeting (ASEM) yang diselenggarakan
di Beijing pada bulan
Oktober 2008 yang lalu, dan
dihadiri oleh para
kepala Negara termasuk Indonesia, adalah Ketahanan Pangan. Demikian pula,
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) yang telah diselenggarakan pada bulan
Agustus tahun 2008
yang
lalu
mengambil Tema : “Meningkatkan Ketahanan Pangan untuk Mencapai Millenium Development Goal’s (MDG’s)”.
Terkait dengan issu ketahanan pangan, maka pemberian
ASI kepada bayi merupakan aspek penting
yang perlu
diperkirakan dalam
issu
ketahanan pangan. Menurut World Alliance
for Breastfeeding Action (WABA), meneteki/memberi ASI kepada bayi merupakan jantung dari ketahanan pangan, karena selain ekonomis, merupakan pangan alami, praktis ,
dan selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dan dengan suhu yang sesuai dan berkesinambungan demi
masa depan insan di bumi kita ini.
Zat besi dalam infant formula
tidak diserap sebaik dalam
ASI. Pemberian
MP-ASI
yang terlalu dini mengganggu penyerapan zat
besi dalam ASI. Namun meskipun menderita anemi, ibu tetap
dapat memproduksi ASI yang cukup untuk bayi mereka
Ketahanan pangan
mengandung arti memiliki pangan yang cukup untuk mempertahankan kehidupan yang sehat dan
produktif, baik hari ini maupun
di masa mendatang. Masyarakat dikatakan
memiliki ketahanan
pangan apabila semua anggota keluarga (termasuk
bayi) memiliki akses terhadap
makanan dalam jumlah yang
cukup dan mutu yang baik,
dengan harga terjangkau,
dapat diterima
dan selalu tersedia
secara lokal/dalam negeri secara berkelanjutan.
Pemberian ASI
merupakan jaminan ketahanan pangan bagi bayi-bayi. Tidak ada bahan makanan yang selalu sedia
setiap
saat, terjangkau
dan bernilai gizi tinggi selain ASI, karena ASI saja merupakan makanan lengkap untuk bayi
hingga berumur 6 bulan. Oleh karena itu disarankan untuk memberi ASI Eksklusif
(hanya diberi ASI hingga berumur 6 bulan).
Bulan November 1996, FAO menjadi
tuan rumah pada Pertemuan Puncak
Pangan Dunia di Roma. WABA
dan LSM yang lain
telah menyarankan aspek meneteki dikaitkan dengan ketahanan
pangan sebagai berikut :
1. Mereformulasi konsep ketahanan pangan agar dimulai dari masa konsepsi.
2. Mempromosikan
meneteki/memberi
ASI kepada bayi sebagai bagian dari
perencanaan
ketahanan pangan suatu negara.
3. Memasukkan aspek ASI
dalam penghitungan
supplai
makanan suatu
negara dan
Food
Balance Sheet.
Dengan meneteki/memberi
ASI kepada bayi berarti memberikan zat-zat gizi
penting bagi bayi, guna mencegah kekurangan gizi pada anak-anak
berusia dibawah dua tahun (baduta) atau lebih. ASI merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi; dilain pihak, meneteki/memberi
ASI juga memberi manfaat yang besar bagi
kelangsungan hidup bayi, ibu, keluarga, masyarakat dan bumi kita.
Manfaat ASI bagi kelangsungan hidup bayi
ASI dibutuhkan
oleh sekitar
140 juta bayi yang lahir setiap tahun di dunia
ini. ASI merupakan makanan
pertama dan utama
bagi bayi yang
bernilai gizi
tinggi, terjangkau
dan dapat melindungi bayi dari sindrom kematian bayi mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death
Syndrome). Kejadian diare
dapat terjadi 3 dan 14 kali lebih tinggi pada anak-anak yang diberi susu formula dibandingkan dengan anak yang hanya diberi ASI.
Komposisi ASI berubah-ubah setiap saat
dan
menurut periode laktasi, sementara komposisi susu formula tetap sama.
• Kolostrum, susu pertama yang
dikeluarkan
oleh ibu bersalin memenuhi kebutuhan
gizi bayi
baru lahir. ASI mengandung anti virus,
anti bakteri, memperkuat daya tahan bayi dan merupakan
sumber vitamin A;
dengan
demikian bayi/anak
yang
mendapat ASI memiliki daya tahan tubuh lebih tinggi. Oleh karena
itu ASI sekaligus berfungsi sebagai immunisasi pertama bagi anak-anak.
• Bayi yang mendapat ASI
memiliki risiko terkena infeksi lebih rendah.
• Meneteki
dapat
mencegah penyakit
atopik,
termasuk atopik
eksim,
alergi terhadap makanan,
dan alergi
pernafasan pada anak- anak.
• Bayi prematur yang mendapat ASI mempunyai skor IQ
lebih tinggi pada usia 7–8 tahun dibandingkan dengan bayi yang mendapat makanan buatan.
Manfaat ASI bagi Ibu
Meneteki bayi memberi kenikmatan kepada kedua belah pihak yakni bagi bayi dan
bagi Ibu. Beberapa
keuntungan bagi Ibu yang meneteki
yaitu :
• Mengurangi risiko
terkena
kanker payudara dan rahim, anemia & osteoporosis.
• Meneteki
berarti memelihara hubungan emosional Ibu dan bayi
• Menghemat waktu
dan
biaya penyiapan makanan bagi bayi.
• Meneteki/menyusui eksklusif dapat
menjarangkan kelahiran,
mempercepat
penyembuhan setelah
persalinan, bayi
baru lahir lebih terawat dan berpengaruh terhadap
ketahanan pangan keluarga dan masyarakat.
• Praktis, tersedia setiap saat
dengan suhu yang sesuai dengan
kemampuan bayi.
Manfaat ASI bagi keluarga
:
Dengan meneteki, pengeluaran untuk makanan bayi relatif sangat kecil, sementara
jika memberi makanan buatan kepada bayi dapat
menghabiskan
sekitar 20–90% dari
pendapatan keluarga. Biaya
untuk membeli 1
kaleng susu formula (saat ini berharga sekitar Rp. 100.000/400
gr yang akan habis dalam waktu 3 hari, dalam 1 bulan seorang bayi memerlukan
sekitar 8 kaleng x
Rp.
100.000 = Rp.
800.000–Rp 1.000.000,-
bila
tidak mendapat ASI
dari ibunya. Hal
ini
jelas sangat
mempengaruhi jatah makan keluarga
se hari-hari.
Manfaat ASI bagi Masyarakat
Meneteki/memberi
ASI kepada
bayi sangat penting untuk mengatasi masalah kelaparan. Pada kebanyakan masyarakat, banyak keluarga dan individu tidak mempunyai makanan yang cukup, oleh karena itu sering menderita
kelaparan. Dengan meneteki dapat memberi jaminan pangan yang
sangat
penting
bagi keluarga yang mengalami kekurangan pangan
dalam situasi
darurat.
Para Ibu harus yakin bahwa mereka dapat memberikan makanan
yang terbaik
bagi
bayi
mereka. Bahkan
Ibu yang kelaparan karena tidak
mampu membeli
makanan mereka setiap
hari masih
dapat memberi ASI lebih sering
dari pada ibu yang mendapat makanan cukup.
Selain itu,
bayi yang
mendapat
ASI
memiliki
IQ lebih tinggi dari
yang tidak mendapat, maka masyarakat akan diuntungkan. Ibu
lebih sehat dan biaya untuk
kesehatan lebih kecil. Meneteki/memberi
ASI merupakan cara terbaik
untuk meningkatkan kelangsungan
hidup anak.
Manfaat ASI bagi lingkungan
Kita hidup di
dunia yang penuh polusi. Dengan meneteki/memberi
ASI,
tidak
menimbulkan
sampah; setiap ibu yang meneteki
dapat mengurangi masalah polusi dan sampah. Dengan meneteki/memberi ASI tidak membutuhkan lahan, air, metal, plastik dan minyak yang semuanya dapat merusak
lingkungan, Dengan demikian,
meneteki/memberi ASI dapat
melindungi
lingkungan hidup kita.
Kita pertimbangkan beberapa fakta berikut ini :
• Jika setiap bayi
di Amerika diberi ASI, akan
menghemat sekitar 86.000 kaleng susu
yang seharusnya dapat digunakan untuk membuat
550 juta kaleng susu;
dan
1.230
ton kertas
(label susu kaleng )
• Makanan botol,
kempeng
dan peralatan
lainnya, membutuhkan plastik, karet dan silikon. Tahun
1987 misalnya 4,5 juta botol susu hanya di Pakistan. Jumlah
untuk
setiap bayi bahkan lebih besar di negara industri. Sampah ini menghabiskan
sumber
daya alam dan menambah masalah pembuangan sampah.
• Air
untuk
susu buatan, botol dan dot
harus disterilisasi terlebih dahulu
sebelum digunakan.
Untuk itu diperlukan sekitar 200 gr kayu untuk memanaskan 1 liter air; dalam 1 tahun bayi
yang
diberi makanan buatan akan menghabiskan
paling sedikit
sekitar
73
kg kayu.
• Selain air, peralatan dapur
untuk menyiapkan
susu formula merupakan sumber kontaminasi
yang perlu diwaspadai.
• Pada tahun 70’an, perawat kesehatan
masyarakat di Canada menurunkan tingkat timah hitam pada bayi yang berasal dari sodder timah hitam dari
panci listrik yang digunakan untuk mendidihkan air
untuk mengencerkan susu formula.
Bagaimana dengan toksin pada ASI ?
ASI
dapat dicemari oleh polusi
lingkungan. Substansi toksik seperti PCB, dioxin, pestisida, ftalate, dan logam berat pernah ditemukan di dalam ASI dari beberapa
orang ibu dan di beberapa tempat. Namun
hal ini hendaknya
jangan
sampai membuat ibu tidak memberi ASI kepada bayinya karena alasan sbb :
• Berbagai penelitian menemukan
bahwa manfaat meneteki/memberi ASI jauh lebih besar dibandingkan dengan risiko toksin yang
kemungkinan ada dalam ASI.
• Toksin ditemukan dalam
berbagai rantai
makanan. Susu
buatan seperti susu kedele dan susu sapi serta susu formula buatan juga terkontaminasi. Faktanya bahwa susu
sapi terekspose separuh terhadap PCB dan dioxin.
• Dioksin diproduksi
dalam
pabrik dan pembuangan
kaleng susu bayi dan kemasan
serta selama transportasi.
Ini berarti
bahwa susu botol dan infant formula secara tidak langsung
akan menambah
jumlah
toksin
di dalam lingkungan.
Aspek
ketahanan pangan melalui kehidupan perempuan.
Konsepsi atau kehamilan
Wanita muda hendaknya sehat
dan berstatus gizi baik
sebelum mereka memulai kehidupan reproduksinya. Idealnya setelah
mereka selesai pertumbuhan yakni sejak berusia diatas 20 tahun. Defisiensi energi, asam lemak dan
mikronutrien
dapat mengakibatkan
bayi
lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR).
Kehamilan
Ibu yang memiliki status gizi yang
baik selama kehamilan
akan melahirkan bayi
yang sehat. Bayi dengan BBLR kurang beruntung
karena berisiko
terhadap infeksi dan kematian pada usia dini dan menambah insiden penyakit seperti
diabetes, stroke dan penyakit
jantung dikemudian hari.
Kondisi kurang energi kronis (KEK) pada ibu
hamil merupakan penyebab BBLR.
Ibu hamil
memiliki
risiko kekurangan gizi, terutama ibu
dari keluarga miskin.
Defisiensi Mikronutrien
™
Defisiensi zat besi
Masalah gizi
yang
paling umum
dijumpai
di seluruh dunia adalah anemia (defisiensi zat besi) yang dialami oleh wanita usia subur, bayi dan anak- anak. Sekitar 60% wanita di seluruh dunia mengalami anemi. Ibu yang menderita anemi mengakibatkan melahirkan bayi prematur, BBLR, dan
rendahnya cadangan besi dalam tubuh Ibu dan anak
yang sakit. Meskipun ASI
hanya mengandung
sejumlah kecil (0.5–1 mg/L) besi, namun bayi
yang mendapat ASI jarang menederita
kekurangan besi karena penyerapan zat besi yang ada dalam ASI paling tinggi dibandingkan zat
besi dalam makanan
lain.
™
Gangguan
Akibat
Kekurangan Yodium
(GAKY)
Dewasa ini
sekitar 1.5 juta orang didunia hidup di lingkungan yang
kekurangan yodium, GAKY menyebabkan gondok, dan gangguan mental yang seharusnya dapat dicegah.
Ada beberapa bukti yang menunjukkan
bahwa GAKY menyebabkan gangguan pertumbuhan. Meskipun dalam
tingkat ringan, kekurangan yodium dapat menurunkan IQ
poin sebesar 10–15
poin. Kekurangan yodium pada wanita hamil dapat mengakibatkan kerusakan
otak dari
janin. Anak- anak yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan
yodium, mengalami kesulitan
belajar dan mengalami perkembangan psikomotor yang terlambat. Kandungan yodium dalam
tubuh
ibu mempengaruhi kadar yodium dalam ASI. Jika ibu kekurangan yodium,
kandungan yodium
dalam ASI-nya juga rendah, dengan
sendirinya bayinya
juga kekurangan yodium. Oleh karena itu mengkonsumsi garam hanya yang beryodium akan memberi
keuntungan terutama pada ibu dan bayi yang diteteki.
™
Defisiensi vitamin A
ASI merupakan
sumber
vitamin A
yang terbaik
bagi bayi. Kekurangan vitamin A diderita oleh 250 juta di
seluruh dunia. Vitamin A sangat penting
untuk mempertahankan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Tanpa ASI, bayi baru lahir memiliki cadangan vitamin A hanya untuk beberapa minggu saja. Defisiensi vitamin A
jarang terjadi pada bayi yang mendapat ASI.
Meskipun ibu
mengalami kekurangan gizi,
ASInya masih mengandung vitamin
A yang cukup untuk selama
6
bulan dengan ASI Eksklusif. Namun kadar
vitamin A dalam
ASI
tetap dipengaruhi
oleh
makanan ibu dan status gizi ibu.
Pemberian ASI Menjamin Kesehatan Masa
Depan
Meneteki dapat menjarangkan
kehamilan, hal ini penting
dalam program KB.
Dalam Pertemuan Puncak Pangan Dunia, telah
diingatkan
kepada pemerintah, dan
LSM bahwa ASI
merupakan
makanan pertama dan
paling penting bagi bayi. Meneteki/memberi
ASI merupakan
jantung dari ketahanan pangan, karena selain ekonomis, merupakan pangan
alami,
praktis , dan selalu
tersedia setiap saat dibutuhkan dan dengan suhu yang
sesuai dan
berkesinambungan demi
masa depan insan di bumi kita ini.
Memenuhi kebutuhan ibu meneteki
Sebagai produsen makanan istimewa
bagi
bayi , para ibu meneteki
memerlukan lingkungan yang mendukung, termasuk memenuhi
kebutuhan
gizi para ibu meneteki tersebut. Ibu meneteki memerlukan tambahan enersi karena mereka merupakan sumber pangan untuk bayi/
anak mereka.
Laktasi tidak
dipengaruhi oleh status
gizi
ibu. Laktasi hanya berpengaruh jika ada kelaparan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu,
dalam
situasi darurat pun ibu
harus tetap meneteki/ memberi ASI kepada bayi
mereka. Meskipun demikian, makanan ibu
yang meneteki tetap harus diperhatikan.
Memperkenalkan Makanan Padat
Pada umur sekitar 6 bulan, produksi dan komposisi ASI mulai menurun, sementara kebutuhan gizi bayi meningkat. Untuk mengisi kekurangan
ini, selain ASI, bayi memerlukan makanan padat (MP-ASI)
untuk melengkapi
ASI. Makanan padat
tersebut tidak harus yang mahal harganya. Kombinasi ASI dan makanan
keluarga dengan
harga
yang terjangkau dapat memenuhi kebutuhan gizi
bayi. Perut bayi yang kecil membutuhkan makanan yang lebih bervariasi dan lebih sering.
Banyak perusahaan yang mengiklankan produk makanan
bayi berumur
<
6 bulan, yang
dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Kode etik
Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI).
Pada tahun kedua dan
seterusnya, selain ASI, bayi juga mendapat
MP-ASI, keunggulan
ASI
masih tetap
diperoleh. ASI merupakan sumber
protein yang melengkapi serealia dan makanan lainnya.
Pernyataan yang menekankan pentingnya meneteki/memberi ASI kepada bayi dan
Konvensi
Hak-hak
anak telah diadopsi dalam
POA
Pertemuan Puncak Pangan Dunia di Roma, bulan
September 1996, telah menyepakati
hal-hal sbb:
Komitmen 1 :
™ Berikan perhatian khusus
pada kebutuhan anak, terutama
anak
perempuan dalam
program ketahanan pangan sehingga sejalan dengan Konvensi hak-hak anak.
™ Dengan memberikan kontribusi khusus
kepada wanita, dapat menjamin gizi anak dan keluarga dengan menekankan pentingnya pemberian ASI kepada bayi.
ASI merupakan
satu-satunya makanan bagi berjuta-juta anak di
dunia ini. Di negara berkembang, lebih dari 250 juta metrik ton
ASI
dikonsumsi setiap tahun.
Pada masa lalu, sumber pangan
yang sangat penting ini dilupakan
dalam kalkulasi suplai
pangan
suatu negara, padahal
aspek meneteki/memberi ASI
merupakan bagian dari ketahanan pangan global.
Apa
yang dapat
dilakukan
untuk
memperkuat
Ketahanan Pangan?
1.
Berpartisipasilah dalam Hari Pangan Sedunia
2. Upayakan agar pemenuhan kebutuhan gizi dan kesehatan
ibu memerlukan program prioritas yakni promosi meneteki/memberi ASI.
3. Masukkan pentingnya meneteki/memberi ASI
kepada bayi dalam kurikulum
pendidikan gizi dan kesehatan anak-anak sekolah.
4. Kembangkan resep-resep MP-ASI buatan
rumah yang padat gizi.
5. Jangan terpengaruh oleh iklan
perusahaan
yang memproduksi
susu formula
pengganti
ASI yang mengeruk keuntungan
dari masyarakat.
6. Sediakan
materi
KIE
meneteki/memberi ASI
dan bangkitkan dukungan
masyarakat kepada ibu menyusui
(klinik, kelompok pendukung ASI, dsb)
7. Lakukan kampanye tentang kelaparan dengan
memberi
perhatian
khusus
kepada mikronutrien yang dibutuhkan
oleh
ibu dan anak yang diberi ASI.
*) Disadur dari ”Breastfeeding and Food Security ”; WABA Activity Sheet 10 oleh Lucia V. Pardede,
SKM, MSc.; Jakarta, 25 Oktober 2008
Langganan:
Postingan (Atom)