Senin, 02 April 2012

Orang Indonesia Kian Pendek dan Gemuk

Jakarta, Kompas - Pola konsumsi makanan yang tak berimbang menyebabkan struktur tubuh anak-anak Indonesia semakin tidak ideal. Jika tidak segera diatasi, karakter fisik manusia Indonesia ke depan adalah pendek dan gemuk.

”Tubuh pendek terkait kondisi ekonomi, sedangkan gemuk berhubungan dengan pola makan seseorang,” kata Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Minarto dalam Seminar Gizi Lebih: Ancaman Tersembunyi Masa Depan Anak Indonesia di Jakarta, Rabu (20/4).

Data Direktori Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Ketahanan Pangan 2009 menunjukkan, konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia baru mencapai 60 persen dari jumlah yang dianjurkan. Badan pendek disebabkan kurangnya asupan pangan hewani. Adapun kegemukan terjadi karena kelebihan konsumsi makanan yang mengandung minyak dan lemak serta padi-padian.

Berdasarkan penelitian Atmarita dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan pada 2010, tinggi badan anak laki-laki Indonesia pada umur 5 tahun rata-rata kurang 6,7 sentimeter dari tinggi yang seharusnya, sedangkan pada anak perempuan kurang 7,3 sentimeter. Anak umur 5 tahun seharusnya memiliki tinggi badan 110 sentimeter.

”Kurangnya konsumsi pangan hewani akan membuat kurangnya sejumlah zat gizi mikro yang menjadi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak,” kata Minarto. Konsumsi pangan hewani tidak dapat digantikan jenis bahan pangan lain. Jenis pangan ini dapat diperoleh dari daging, aneka jenis ikan, dan telur.

Kasus kegemukan meningkat

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi kegemukan anak balita Indonesia mencapai 14 persen, dengan rincian prevalensi 14,9 persen dari keluarga kaya dan 12,4 persen dari keluarga miskin. Jumlah anak balita kegemukan meningkat karena survei serupa pada 2007 menunjukkan prevalensi anak balita kegemukan baru 12,2 persen. Kasus kegemukan paling banyak terjadi tahun 2010, yaitu di Jakarta dengan 19,6 persen.

Dosen Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan anggota Persatuan Dokter Gizi Medik Indonesia, Saptawati Bardosono, mengungkapkan, penumpukan lemak pada pinggang, yang biasanya dialami orang dewasa, kini semakin banyak terjadi pada anak-anak.

Selain akibat pola makan yang keliru, yaitu banyaknya konsumsi susu dan makanan manis, kegemukan juga disebabkan kurangnya aktivitas fisik karena anak terlalu banyak menonton televisi dan berkegiatan di dalam rumah yang sempit. Salah jika ada anggapan yang mengatakan bahwa anak gemuk adalah anak yang lucu dan sehat.

Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Rini Sekartini, menambahkan, kegemukan meningkatkan risiko penyakit terkait jantung dan pembuluh darah, diabetes, kanker, kelainan otot, serta kelainan pernapasan.

Orang Gemuk di Indonesia Meningkat 78,2 Juta Jiwa

World Health Organization (WHO) melansir persentase orang kegemukan atau overweight yang mencengangkan. Data selama 2010, di Indonesia tercatat 32,9 persen atau sekitar 78,2 juta penduduk dengan kondisi kegemukan.

Persentase tadi bisa dibandingkan dengan data obesitas WHO pada 2008 yang hanya 9,4 persen. Dengan peningkatan jumlah penduduk yang kegemukan ini, ikut mendorong peningkatan faktor risiko penyakit kronis.

Dokter spesialis nutrisi Siloam Hospitals dr Samuel Oetoro M.S. Sp.GK menuturkan, penyakit kronis yang mengikuti orang dengan kondisi badan kegemukan cukup beragam. Di antaranya yang dominan adalah, hipertensi, serangan jantung, diabetes, dan beberapa jenis kanker.

Tingginya angka penduduk yang obesitas di Indonesia, menurut Samuel disebabkan beberapa faktor. Di antaranya adalah, perubahan pola hidup di masyarakat. "Sekarang mengonsumsi junk food menjadi tren. Apalagi bagi anak muda," ucap dia.

Menurut Samuel, sel yang menyusun lemak merupakan sel-sel yang tua. Jika sel-sel tua ini menumpuk di organ tertentu, makan ikut menyeret usia organ tersebut menjadi lebih tua.

"Misalnya tumpukan lemak itu di jantung. Ya usia jantungnya mengalami penuaan," terang dia. Dengan kondisi penuaan yang lebih cepat tersebut, Samuel menjelaskan fungsi organ-organ tadi juga menurun lebih cepat.

Selama menjadi pendamping pasien yang ingin bobot tubuhnya turun, Samuel mengatakan pernah merekam rekor penurunan berat badan terbesar. Waktu itu, dengan diet yang tepat dan sehat, ada pasien yang memiliki berat badan 105 kg turun menjadi 73 kg dalam tempo delapan bulan.

Bagaimana caranya? Pertama, Samuel berperan tidak sebagai dokter. "Saya tidak menganjurkan makan ini, makan itu. Atau minum obat ini, dan obat itu," tandasnya. Tapi, di awal-awal upaya penurunan berat badan, Samuel mengatakan dokter lebih bersifat sebagai motivator.

Dia menegaskan, pola pikir pasien yang ingin susut berat badannya harus dibongkar. Di antara pola pikir yang dominan membentuk kegemukan adalah, orang berpikiran jika gemuk itu sama dengan sehat. "Itu tidak tepat. Anggapan itu yang harus dibongkar dulu," katanya.

Setelah pasien mantap jika harus memiliki berat badan ideal, baru selanjutnya masuk tahap anjuran mengatur pola makan, jenis makanan, olahraga, hingga jika perlu pemberian obat-obat tertentu. Untuk urusan mengatur makanan, Samuel memiliki tiga rumus. Yaitu, 3-J. Maksudnya, jumlah tidak berlebihan, jadwal tetap tiga kali sehari, dan jenis makanan yang tepat. Di antaranya, menggunakan beras merah atau roti gandum.

Samuel mengingatkan, membentuk tubuh kembali ramping cukup penting. Tapi, yang perlu ditekankan adalah tubuh ramping yang sehat. Jika tubuh ramping tetapi penyakitan, menurutnya adalah kegagalan upaya penurunan berat badan.

Untuk bisa ramping sekaligus sehat, Samuel menganjurkan untuk tetap rutin berolahraga. Seperti berjalan atau berlari. Jika berat badan sangat berlebihan, Samuel menganjurkan untuk olahraga bersepeda.

"Jika sangat gemuk memilih jalan kaki atau berlari, kasihan lututnya. Sebab harus menanggung tumpuan berat badan," pungkasnya. Samuel berharap, angka obesitas di negeri ini bisa menurun.

Sumber : http://forum.kompas.com/kesehatan/58150-makanan-sehat-tanpa-lemak-bakalan-nge-tren-di-2012-a.html