Jakarta, Kompas - Pola konsumsi makanan yang tak berimbang menyebabkan
struktur tubuh anak-anak Indonesia semakin tidak ideal. Jika tidak
segera diatasi, karakter fisik manusia Indonesia ke depan adalah pendek
dan gemuk.
”Tubuh pendek terkait kondisi ekonomi, sedangkan gemuk berhubungan
dengan pola makan seseorang,” kata Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi
Indonesia (Persagi) Minarto dalam Seminar Gizi Lebih: Ancaman
Tersembunyi Masa Depan Anak Indonesia di Jakarta, Rabu (20/4).
Data Direktori Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Ketahanan Pangan 2009
menunjukkan, konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia baru mencapai
60 persen dari jumlah yang dianjurkan. Badan pendek disebabkan
kurangnya asupan pangan hewani. Adapun kegemukan terjadi karena
kelebihan konsumsi makanan yang mengandung minyak dan lemak serta
padi-padian.
Berdasarkan penelitian Atmarita dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Kesehatan pada 2010, tinggi badan anak laki-laki Indonesia
pada umur 5 tahun rata-rata kurang 6,7 sentimeter dari tinggi yang
seharusnya, sedangkan pada anak perempuan kurang 7,3 sentimeter. Anak
umur 5 tahun seharusnya memiliki tinggi badan 110 sentimeter.
”Kurangnya konsumsi pangan hewani akan membuat kurangnya sejumlah zat
gizi mikro yang menjadi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak,” kata
Minarto. Konsumsi pangan hewani tidak dapat digantikan jenis bahan
pangan lain. Jenis pangan ini dapat diperoleh dari daging, aneka jenis
ikan, dan telur.
Kasus kegemukan meningkat
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi kegemukan anak balita
Indonesia mencapai 14 persen, dengan rincian prevalensi 14,9 persen
dari keluarga kaya dan 12,4 persen dari keluarga miskin. Jumlah anak
balita kegemukan meningkat karena survei serupa pada 2007 menunjukkan
prevalensi anak balita kegemukan baru 12,2 persen. Kasus kegemukan
paling banyak terjadi tahun 2010, yaitu di Jakarta dengan 19,6 persen.
Dosen Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI) dan anggota Persatuan Dokter Gizi Medik Indonesia, Saptawati
Bardosono, mengungkapkan, penumpukan lemak pada pinggang, yang biasanya
dialami orang dewasa, kini semakin banyak terjadi pada anak-anak.
Selain akibat pola makan yang keliru, yaitu banyaknya konsumsi susu dan
makanan manis, kegemukan juga disebabkan kurangnya aktivitas fisik
karena anak terlalu banyak menonton televisi dan berkegiatan di dalam
rumah yang sempit. Salah jika ada anggapan yang mengatakan bahwa anak
gemuk adalah anak yang lucu dan sehat.
Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Rini Sekartini, menambahkan,
kegemukan meningkatkan risiko penyakit terkait jantung dan pembuluh
darah, diabetes, kanker, kelainan otot, serta kelainan pernapasan.
Orang Gemuk di Indonesia Meningkat 78,2 Juta Jiwa
World Health Organization (WHO) melansir persentase orang kegemukan atau
overweight yang mencengangkan. Data selama 2010, di Indonesia tercatat
32,9 persen atau sekitar 78,2 juta penduduk dengan kondisi kegemukan.
Persentase tadi bisa dibandingkan dengan data obesitas WHO pada 2008
yang hanya 9,4 persen. Dengan peningkatan jumlah penduduk yang kegemukan
ini, ikut mendorong peningkatan faktor risiko penyakit kronis.
Dokter spesialis nutrisi Siloam Hospitals dr Samuel Oetoro M.S. Sp.GK
menuturkan, penyakit kronis yang mengikuti orang dengan kondisi badan
kegemukan cukup beragam. Di antaranya yang dominan adalah, hipertensi,
serangan jantung, diabetes, dan beberapa jenis kanker.
Tingginya angka penduduk yang obesitas di Indonesia, menurut Samuel
disebabkan beberapa faktor. Di antaranya adalah, perubahan pola hidup di
masyarakat. "Sekarang mengonsumsi junk food menjadi tren. Apalagi bagi
anak muda," ucap dia.
Menurut Samuel, sel yang menyusun lemak merupakan sel-sel yang tua. Jika
sel-sel tua ini menumpuk di organ tertentu, makan ikut menyeret usia
organ tersebut menjadi lebih tua.
"Misalnya tumpukan lemak itu di jantung. Ya usia jantungnya mengalami
penuaan," terang dia. Dengan kondisi penuaan yang lebih cepat tersebut,
Samuel menjelaskan fungsi organ-organ tadi juga menurun lebih cepat.
Selama menjadi pendamping pasien yang ingin bobot tubuhnya turun, Samuel
mengatakan pernah merekam rekor penurunan berat badan terbesar. Waktu
itu, dengan diet yang tepat dan sehat, ada pasien yang memiliki berat
badan 105 kg turun menjadi 73 kg dalam tempo delapan bulan.
Bagaimana caranya? Pertama, Samuel berperan tidak sebagai dokter. "Saya
tidak menganjurkan makan ini, makan itu. Atau minum obat ini, dan obat
itu," tandasnya. Tapi, di awal-awal upaya penurunan berat badan, Samuel
mengatakan dokter lebih bersifat sebagai motivator.
Dia menegaskan, pola pikir pasien yang ingin susut berat badannya harus
dibongkar. Di antara pola pikir yang dominan membentuk kegemukan
adalah, orang berpikiran jika gemuk itu sama dengan sehat. "Itu tidak
tepat. Anggapan itu yang harus dibongkar dulu," katanya.
Setelah pasien mantap jika harus memiliki berat badan ideal, baru
selanjutnya masuk tahap anjuran mengatur pola makan, jenis makanan,
olahraga, hingga jika perlu pemberian obat-obat tertentu. Untuk urusan
mengatur makanan, Samuel memiliki tiga rumus. Yaitu, 3-J. Maksudnya,
jumlah tidak berlebihan, jadwal tetap tiga kali sehari, dan jenis
makanan yang tepat. Di antaranya, menggunakan beras merah atau roti
gandum.
Samuel mengingatkan, membentuk tubuh kembali ramping cukup penting.
Tapi, yang perlu ditekankan adalah tubuh ramping yang sehat. Jika tubuh
ramping tetapi penyakitan, menurutnya adalah kegagalan upaya penurunan
berat badan.
Untuk bisa ramping sekaligus sehat, Samuel menganjurkan untuk tetap
rutin berolahraga. Seperti berjalan atau berlari. Jika berat badan
sangat berlebihan, Samuel menganjurkan untuk olahraga bersepeda.
"Jika sangat gemuk memilih jalan kaki atau berlari, kasihan lututnya.
Sebab harus menanggung tumpuan berat badan," pungkasnya. Samuel
berharap, angka obesitas di negeri ini bisa menurun.
Sumber : http://forum.kompas.com/kesehatan/58150-makanan-sehat-tanpa-lemak-bakalan-nge-tren-di-2012-a.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar