Minggu, 16 Oktober 2011

Kajian Konsep Ketahanan Pangan

                                                                                                                              
Maleha*, dan Adi Sutanto
*    Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Palangkaraya Kalimantan Tengah
** Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan – Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang

The Concept of Food Security

ABSTRACT

Food was the primary needs and the demand always increases due to the increasing of people number and quality of life. But the concept of food security was varies depend on the different concern. The most important food security problems
Is how the nation or the authority looking for : 1.)   perspective on food security development, 2.) food security, 3.) the food security option and strategic

Key words: food security, concept and strategy

ABSTRAK

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup, namun demikian dalam beberapa hal definisi atau konsep ketahanan pangan sangat bervariasi pada banyak pihak yang berkepentingan.
Persoalan ketahanan pangan yang terpenting adalah : bagaimana Negara atau pihak – pihak yang berkepentingan :1.) memperspektifkan pembangunan ketahanan pangan, 2.) upaya pemantapan ketahanan pangan, 3.) opsi dan strategi pencapaian ketahanan pangan

Kata kunci : opsi dan strategi

PENDAHULUAN

 Pada tahun 1987, World Commision on Environment and Development (WCED) menyerukan perhatian pada masalah besar dan tantangan yang dihadapi pertanian dunia, jika kebutuhan pangan saat ini dan mendatang harus terpenuhi, dan perlunya suatu pendekatan baru untuk pengembangan pertanian, dan pada beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia terhadap ketahanan pangan dirasakan semakin meningkat, oleh karena pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dunia. Pangan diproduksi secara luas sehingga dunia surplus pangan, tetapi mengapa banyak orang yang masih kelaparan (Barichello, Rick, 2000). Tulisan ini dimaksudkan untuk mereview ketahanan pangan khususnya di Indonesia, oleh karena masih banyaknya permasalahan ketahanan pangan dan pengertian yang terkait dengan ketahanan pangan tersebut.
Berdasarkan data Neraca Bahan Makanan (NBM) tahun 1999, Indonesia telah mencapai ketersediaan energi sebesar 3.194 kkal dan protein sebesar 83.35 gram (Sukandar, Dadang., Dodik Briawan, Yayat Heryatno, Mewa Ariani dan Meilla Dwi Andestina, 2001).  Angka ketersediaan energi dan protein tersebut berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998 telah melebihi kebutuhan energi dan protein yang diperlukan yaitu sebesar 2.550 kkal dan 50 gram protein (Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000).  Walaupun ketersediaan pangan Indonesia pada tingkat nasional telah melampaui kebutuhan pangan, tidak berarti bahwa kecukupan pangan pada tingkat rumah tangga atau individu telah terpenuhi. Kondisi tersebut apabila tetap dibiarkan tanpa adanya intervensi dari pemerintah maka akan berakibat kehilangan  satu generasi atau lost generation. Data tahun 1998 menunjukkan bahwa antara 49 sampai 53 persen rumah tangga di berbagai daerah mengalami defisit energi dimana konsumsi kurang dari 70% kebutuhan energi. Dari penelitian Latief, dkk., (2000) ditemukan bahwa pada tahun 1998 sejumlah 51.1% rumah tangga mengalami defisit konsumsi. 

Definisi  Ketahanan Pangan

Dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) muncul dan dibangkitkan karena kejadian krisis pangan dan kelaparan.7  Istilah ketahanan pangan dalam kebijakan pangan dunia pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama negara–negara berkembang dari krisis produksi dan suplay makanan pokok. 
Fokus ketahanan pangan pada masa itu menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan pokok dan membebaskan daerah dari krisis pangan yang nampak pada definisi ketahanan pangan oleh PBB sebagai berikut: food security is availability to avoid acute food shortages in the event of wide spread coop vailure or other disaster (Syarief, Hidayat, Hardinsyah dan Sumali,  1999).
Selanjutnya definisi tersebut disempurnakan pada Internasional Conference of Nutrition 1992 yang disepakati oleh pimpinan negara anggota PBB sebagai berikut: tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif.
Di Indonesia, secara formal dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, istilah kebijakan dan program ketahanan pangan diadop sejak tahun 1992 (Repelita VI) yang definisi formalnya dicantumkan dalam undang-undang pangan tahun 1996.  Dalam pasal 1 undang-undang pangan tahun 1996, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, merata dan terjangkau (http://www.theceli.com/dokumen/ produk/1996/uu7-1996.htm). Definisi ini menunjukkan bahwa target akhir dari ketahanan pangan adalah pada tingkat rumah tangga.
Banyak definisi tentang ketahanan pangan, sering samar-samar dan kadang-kadang antara satu definisi dengan definisi yang lain kontradiktif (Barichello, Rick, 2000). Nampaknya definisi ketahanan pangan bervariasi. Definisi  ketahanan dan kerawanan pangan dari beberapa literatur dapat dilihat pada Lampiran.

Perspektif Pembangunan Ketahanan Pangan

Dalam undang-undang RI Nomor 7 tahun 1996 disebutkan bahwa ke-tahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pe-ngembangan ketahanan pangan mempunyai perspektif pembangunan yang sangat mendasar karena:
1.   Akses terhadap pangan dengan gizi seimbang bagi segenap rakyat Indonesia merupakan hak yang paling azasi bagi manusia.
2.  Keberhasilan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh keberhasilan pemenuhan kecukupan dan konsumsi pangan dan gizi.
3.      Ketahanan pangan merupakan basis atau pilar utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan (Anonymous, 2001).
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan me-rupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut.
1.  Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan  yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu.
2. Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia  di semua lokasi yang membutuhkan, tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya.  Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk.
3. Subsistem konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Dalam subsistem konsumsi terdapat aspek penting lain yaitu aspek diversifikasi. Diversifikasi pangan merupakan suatu cara untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu, yaitu beras.  Ketergantungan yang tinggi dapat memicu instabilitas apabila pasokan pangan tersebut terganggu.  Sebaliknya agar masyarakat menyukai pangan alternatif perlu peningkatan cita rasa, penampilan dan kepraktisan pengolahan pangan agar dapat bersaing dengan produk-produk yang telah ada.  Dalam kaitan ini peranan teknologi pengolahan pangan sangat penting.
Pembangunan ketahanan pangan memerlukan keharmonisan dari ketiga subsistem tersebut (Hardinsyah, Dodik Briawan, Retnaningsih, Tin Herawati dan Retno Wijaya, 2002). Pembangunan subsistem ketersediaan pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan kesinambungan ketersediaan pangan, yang berasal dari produksi, cadangan dan impor.  Pembangunan sub-sistem distribusi pangan ber-tujuan menjamin aksesibilitas pangan dan stabilitas harga pangan.  Pembangunan sub-sistem konsumsi bertujuan menjamin setiap rumah tangga mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang cukup, bergizi dan aman. Keberhasilan pembangunan masing-masing sub-sistem tersebut perlu didukung oleh faktor ekonomi, teknologi dan sosial budaya.yang pada akhirnya akan berdampak pada status gizi  (Gambar 1).
Gambar 1.  Sistem Pangan dan Gizi

Pemantapan Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan nasional masih merupakan isu strategis bagi Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan mempunyai dimensi sangat luas dan terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik.  Dengan demikian diperlukan penyelarasan peningkatan produksi di satu pihak (kepentingan makro) dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani  di lain pihak (kepentingan mikro) dengan prinsip pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat petani sebagai upaya pemberdayaan.  Oleh karena itu, jika secara konsisten ingin mensimultankan pencapaian tujuan peningkatan produksi dan tujuan kesejahteraan khususnya untuk petani yang sebagian besar berusahatani pangan, maka kebijakan swasembada (self sufficiency) untuk komoditi beras yang strategis haruslah disesuaikan dan diarahkan kepada self sufficiency ratio sebagai guide lines yaitu suatu indeks yang menunjukkan perbandingan supplai pangan yang harus dihasilkan secara domestik terhadap jumlah keseluruhan permintaan pangan dalam negeri.  Dengan demikian terjadi keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen dengan tingkat harga produk yang layak (at reasonable prices), sehingga memungkinkan usahatani itu memperoleh nilai tambah, melakukan reinvestasi dan berkembang mandiri secara berkelanjutan. Sikap seperti ini menjadi penting mengingat pemerintah akhir-akhir ini kewalahan dalam mengamankan kebijakan harga dasar gabah/beras sehingga cenderung sangat merugikan petani produksi.  Dengan perkataan lain biarlah petani yang melakukan keputusan-keputusan usahataninya sesuai signal pasar dimana kepentingan petani produsen dan konsumen dalam konteks stabilitas dapat diakomodir melalui pendekatan usahatani terpadu (mixed and integrated farming system) yang mencerminkan the right crops in the right place principles.  Upaya tersebut perlu pula diikuti dengan kampanye pola makan (dietary pattern) untuk mengurangi tekanan terhadap permintaan beras (Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000).
Pemantapan ketahanan pangan tidak terlepas dari penanganan kerawanan pangan karena kerawanan pangan merupakan penyebab penting instabilitas ketahanann pangan.  Kerawanan pangan dapat disebabkan karena kendala yang bersifat kronis seperti terbatasnya sumber daya dan kemampuan, maupun yang bersifat sementara seperti tertimpa musibah atau bencana alam.  Untuk mengatasi hal ini pemerintah dan masyarakat perlu membangun suatu sistem kewaspadaan, yang mampu mendeteksi secara dini adanya gejala kerawanan pangan di sekitarnya serta dapat meresponnya dengan cepat dan efektif.  Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk menghindarklan masyarakat tersebut dari kerawanan  yang lebih parah, dengan segala dampak yang mengikutinya.
Ketahanan pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang bertumpu pada keragaman sumberdaya lokal. Sejalan dengan dinamika pemantapan ketahanan pangan dilaksanakan dengan mengembangkan sumber-sumber bahan pangan, kelembagaan pangan dan budaya pangan yang dimiliki pada masyarakat masing-masing wilayah.  Keunggulan dari pendekatan ini antara lain adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi secara lokal telah sesuai dengan sumberdaya pertanian dan iklim setempat, sehingga ketersediaannya dapat diupayakan secara berkesinambungan. Dengan kemampuan lokal tersebut maka ketahanan pangan masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh masalah atau gejolak pasokan pangan yang terjadi d luar wilayah atau luar negeri.
Dalam kaitan inilah, aspek pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat menjadi sangat penting. Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai perwujudan dan pengembangan kapasitas masyarakat yang berlandaskan pada pemberdayaan sumberdaya manusia agar dapat memenuhi hak dan kewajibannya sesuai status dan peranannya dalam pembangunan ketahanan pangan.
Namun demikian, setiap wilayah atau daerah mempunyai keunggulan maupun keterbatasan dalam memproduksi bahan pangan secara efisien.  Ada daerah yang surplus dan ada daerah yang minus dalam memproduksi pangan tertentu. Dengan banyaknya jenis pangan esensial nabati maupun hewani sebagai sumber zat gizi makro dan mikro, tidak satupun daerah mampu memenuhi seluruh jenis pangan yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya.
Oleh karena itu interaksi antar wilayah mutlak diperlukan bagi pemenuhan kebutuhan pangan, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan daerah. Demikian pula interaksi antar tataran daerah dengan tataran nasional, dalam suatu jejaring yang aktif dan dinamis sangat diperlukan dalam rangka ketahanan pangan nasional.
Pada dasarnya pemantapan ketahanan  pangan dapat diwujudkan melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis di bidang pangan, utamanya bagi golongan rawan pangan sementara maupun rawan pangan kronis yang masih mempunyai potensi pengembangan aktivitas ekonominya. Agribisnis pangan melibatkan banyak pelaku, usaha kecil seperti petani, pengolah dan pedagang yang berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif sumberdaya lokal.
Agar terwujud ketahanan yang kokoh, mulai dari tingkat rumah tangga sampai tingkat nasional, sistem dan usaha agribisnis yang dibangun adalah yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralisasi.
1.    Berdaya saing, dicirikan dengan tingkat efisiensi, mutu, harga dan biaya produksi serta kemampuan untuk menerobos pasar, meningkatkan pangsa pasar dan memberikan pelayanan profesional.
2.    Berkerakyatan, dicirikan dengan berkembangnya usaha produktif yang melibatkan masyarakat secara luas dengan peluang berusaha, kesempatan kerja dan menikmarti nilai tambah (pendapatan).
3.  Berkelanjutan, dicirikan dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya pangan yang semakin besar dari waktu ke waktu yang semakin mensejahterakan masyarakat baik secara ekonomis, sosial dan lingkungan hidup.
4.      Desentralistis, diartikan bahwa kegiatan ekonomi ditentukan oleh masyarakat pelaku sesuatu dengan kondisi wilayahnya atas dasar keunggulan komparatif dan aspirasi masyarakat setempat (Anonymous, 2001).

Opsi Pencapaian Ketahanan Pangan

Ada dua pilihan luas untuk mencapai ketahanan pangan pada tingkat nasional yaitu swasembada pangan atau kecukupan pangan.9 Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, yang sejauh mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada perdagangan pangan.  Di lain pihak, konsep kecukupan pangan adalah sangat berbeda dengan konsep swasembada pangan, akibat masuknya variabel perdagangan internasional. Dalam konsep kecukupan pangan, menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat produksi domestik ditambah dengan kemampuan untuk mengimpor pangan agar dapat memenuhi kebutuhan (kecukupan) pangan penduduk.  Keuntungan resiko dari menggantungkan pada perdagangan internasional untuk menjamin ketahanan pangan saat ini tampaknya masih menjadi topik hangat perdebatan diantara beberapa strategi alternatif.  Yang menjadi pertanyaan bersama ialah, bagaimana posisi dimasa yang akan datang dan konsep apa yang akan dianut? Di dalam konstelasi perdagangan bebas jelas kedua pilihan tersebut di atas harus dapat dirumuskan secara hati-hati dan komprehensif dengan memper-timbangkan seluruh determinan faktor produksi, pengadaan dan konsumsi pangan.
Ketahanan pangan di tingkat nasional merupakan prakondisi penting dalam memupuk ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan stabilitas harga. Secara umum pemerintah berupaya menjaga stabilitas pangan (khususnya beras) yang diindikasikan dengan adanya kemampuan menjamin harga dasar (floor price) dan harga langit-langit (ceiling price) yang ditetapkan melalui pengadaan pangan dan operasi pasar dan terhadap  tingkat harga pedagang besar yang jauh lebih stabil lagi dari harga beras di pasaran internasional.

Strategi Pencapaian Ketahanan Pangan

Pada masa yang akan datang upaya-upaya memantapkan swasembada beras dan pencapaian swasembada lainnya tampaknya perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan, diversifikasi konsumsi pangan serta terjaminnya keamanan pangan.9 Dengan mengadaptasi pendapat dari beberapa dari pakar, dapat dirumuskan beberapa strategi umum untuk mencapai ketahanan pangan rumah tangga.  Pertama adalah sangat perlu untuk mengadopsi strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi makro yang menciptakan pertumbuhan yang berdimensi pemerataan dan berkelanjutan (sustainable development). Kedua adalah merupakan keperluan yang mendesak untuk mempercepat pertumbuhan sektor pertanian dan pangan serta pembangunan perdesaan dengan fokus kepentingan golongan miskin. Dan ini berarti pertanian (pangan) harus menjadi mainstream dalam ekonomi nasional.  Ketiga, sudah saatnya harus meningkatkan akses terhadap lahan dan sumberdaya pertanian dalam arti luas secara lebih bijaksana, termasuk menciptakan dan meningkatkan kesempatan kerja, transfer pendapatan, menstabilkan pasokan pangan, perbaikan perencanaan dan pemberian bantuan pangan dalan keadaan darurat kepada masyarakat.

Penutup
Istilah ketahanan pangan dalam kebijaksanaan dunia, pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB, tetapi Inodonesia secara formal baru mengadopsi ketahanan pangan dalam kebijakan dan program pada tahun 1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan pada undang-undang pangan no:7 ada pada tahun 1996.
Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam wewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan nasional yang berkelanjutan.  Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan.  Dalam pencapaian swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2001. Program Kerja Pengembangan Kewaspadaan Pangan.  Pusat Kewaspadaan Pangan 2001-2004. Pusat Kewaspadaan Pangan. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian.  Jakarta.

Barichello, Rick, 2000. Evaluating Government Policy for Food Security: Indonesia.  University of British Columbia.  Berlin

Hardinsyah, Dodik Briawan, Retnaningsih, Tin Herawati dan Retno Wijaya, 2002.  Modul Ketahanan Pangan 03. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan.  Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG)  Institut Pertanian Bogor dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan (PPKP) Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan.

Latief, D., Atmarita, Minarto, Abas Basuni dan Robert Tilden,  2000.  Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.VII. Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia.  Jakarta.

Muhilal, Fasli Jalal dan Hardinsyah,  1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.  Jakarta.

Napitupulu, Tom Edward Marasi, 2000. Pembangunan Pertanian dan pengembangan Agroindustri. Wibowo, R. (Editor).  Pertanian dan pangan. Pustaka Sinar Harapan.  Jakarta.

Syarief, Hidayat, Hardinsyah dan Sumali,  1999.  Membenahi Konsep Ketahanan Pangan Indonesia. Thaha, Hardinsyah dan Ala (Editor). Pembangunan Gizi dan Pangan Dari Perspektif Kemandirian Lokal. Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia dan Center For Regional Resource Development & Community Empowenment.  Bogor. 

Sukandar, Dadang., Dodik Briawan, Yayat Heryatno, Mewa Ariani dan Meilla Dwi Andestina, 2001. Kajian Indikator Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga: di Propinsi Jawa Tengah. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.  Bogor.

Wibowo, R., 2000.  Penyediaan Pangan dan Permasalahannya. Wibowo, R. (Editor).  Pertanian dan pangan. Pustaka Sinar Harapan.  Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar