Kamis, 27 Oktober 2011

SUKUN SEBAGAI CADANGAN PANGAN ALTERNATIF

Oleh : Ir. Sutrisno Koswara, MSi



Tanaman sukun, Artocarpus altilis Park. dapat digolongklan menjadi sukun yang berbiji disebut breadnut dan yang tanpa biji disebut breadfruit. Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Sukun bahkan dapat tumbuh baik di pulau karang dan di pantai.  Di musim kering, disaat tanaman lain tidak dapat atau merosot produksinya, justru sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lebat. Tidak heran, jika sukun dijadikan sebagai salah satu cadangan pangan nasional.
Sukun dapat dijadikan sebagai pangan alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan pangan konvensional (beras), artinya keberadaan pangan ini dapat menutupi  kekosongan  produksi  pangan  konvensional.  Sukun  dapat  dipakai  sebagai pangan alternatif pada bulan-bulan Januari, Pebruari dan September, dimana pada bulan- bulan tersebut terjadi paceklik padi. Musim panen sukun dua kali setahun. Panen raya bulan Januari - Februari dan panen susulan pada bulan Juli - Agustus.
Di Indonesia, daerah penyebaran hampir merata di seluruh daerah, terutama Jawa Tengah  dan  Jawa  Timur.                                     Mengingat  penyebaran  sukun  terdapat  di  sebagian  besar kepulauan Indonesia, serta jarang terserang hama dan penyakit yang membahayakan, maka hal ini memungkinkan sukun untuk dikembangkan.
Pohon sukun mulai berbuah setelah berumur lima sampai tujuh tahun dan akan terus berbunga hingga umur 50 tahun. Produktivitasnya cukup tinggi. Dalam satu tahun akan diperoleh buah sukun sebanyak 400 buah pada umur 5 sampai 6 tahun, dan 700
800 buah per tahun pada umur 8 tahun.


Kandungan Gizi Sukun

Sukun  mempunyai  komposisi  gizi  yang  relatif  tinggi.  Dalam 100  gram berat basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%,




fosfor 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 0,048%, kalsium 0,21%, besi

0,0026%, kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2%.

Buah sukun berbentuk hampir bulat atau bulat panjang. Pada buah yang telah matang, diameternya dapat mencapai 19,24 sampai 25,4 cm dan beratnya kurang lebih
4,54 kg.  Kulit buah yang masih mudah berwarna hijau dan daging buah berwarna putih. Setelah tua, warna kulit hijau kekuningan atau kecoklatan, sedangkan daging buah berwarna putih kekuningan.
Bagian yang bisa dimakan (daging buah) dari buah yang masih hijau sebesar 70 persen, sedangkan dari buah matang adalah sebesar 78 persen. Buah sukun yang telah dimasak cukup bagus sebagai sumber vitamin A dan B komplek tetapi miskin akan vitamin C. Kandungan mineral Ca dan P buah sukun lebih baik daripada kentang dan kira-kira sama dengan yang ada dalam ubi jalar. Komposisi kimia buah sukun yang muda dan tua atau masak dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Komposisi kimia dan zat gizi buah sukun per 100 gram buah  (Considine, 1982)
Unsur-unsur
Sukun muda
Sukun masak
Air (g)
Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg)
Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitami C (mg) Abu (g)
Serat (g)
87.1
46
2.0
0.7
9.2
59
46
-
0.12
0.06
21
1.0
2.2
69.1
108
1.3
0.3
28.2
21
59
0.4
0.12
0.06
17
0.9
-



Pemanfaatan Masih Terbatas

Sukun di Indonesia kebanyakan dikonsumsi dalam bentuk olahan baik digoreng maupun direbus dari buah yang masih mentah. Buah sukun umumnya dikonsumsi setelah digoreng seperti talas dan adakalanya direbus atau dibuat kripik. Di Maluku, buah sukun sering dibakar utuh, kemudian baru dikupas dan dipotong-potong untuk dijadikan kolak, demikian pula yang dilakukan oleh penduduk Tahiti. Diversifikasi produk dari sukun




masih sangat terbatas, padahal sukun merupakan salah satu komoditas yang mudah rusak, sehingga harga sukun relatif murah.
Keterbatasan pemanfaatan buah sukun di Indonesia disebabkan kurangnya informasi tentang komoditi sukun. Padahal komoditi ini sangat potensial sebagai usaha menganekaragamkan makanan pokok, terutama penduduk Indonesia yang makanan pokoknya beras.
Upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan nilai ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk olahan sukun, untuk itu perlu dikembangkan cara pengolahan lain seperti pembuatan tepung sukun dan pati sukun.


Potensi Pemanfaatan Sukun

Hampir seluruh bagian tanaman sukun dapat dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia. Daun sukun yang telah kuning dapat dibuat minuman untuk obat penyakit tekanan  darah  tinggi  dan  kencing  manis,  karena  mengandung  phenolquercetin dan champorol dan juga dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat penyembuh kulit yang bengkak atau gatal.
Di Ambon, getah sukun (latek) digunakan sebagai bahan pembuat dempul (dicampur tepung sagu, gula merah dan putih telur bebek) untuk tong kayu atau perahu, supaya kedap air. Kayu pohon sukun tahan terhadap serangan rayap, dan biasa digunakan untuk membuat perahu atau kontruksi rumah.
Penduduk Fiji mengawetkan buah sukun dengan cara fermentasi. Buah yang telah direbus, dibuang kulitnya, kemudian dilumatkan dan difermentasi hingga menjadi pasta yang homogen. Fermentasi berlangsung dua hari sampai sembilan bulan, tergantung pada kebutuhan. Sebelum dikonsumsi sebagai mandrai (fiji bread), hasil fermentasi tersebut dibakar atau dikukus dahulu. Di Jawa Timur juga da pengolahan sukun secara fermentasi, yaitu dibuat tape.
Usaha pengawetan buah sukun dengan pengeringan secara tradisional banyak dilakukan oleh orang Polynesia, yaitu dengan cara membakarnya di atas bara api. Apabila sukun kering tersebut disimpan di atas para-para dapur, dapat tahan sampai satu tahun atau lebih.




Pengawetan buah sukun dengan cara penjemuran banyak dilakukan oleh orang Mikronesia dalam bentuk sheet. Buah segar yang telah dicuci, dibiarkan sampai empuk, kemudian dikupas, dibuah hatinya, dipotong kecil-kecil dan dioven dalam tanah. Setelah itu ditumbuk atau dilumatkan dan dibuat sheet untuk dijemur sampai kering. Bahan yang telah kering berwarna coklat, biasa mereka sebut tipak. Penyimpanan tipak digulung dan dibungkus dengan daun pandang. Bahan ini dapat tahan lebih dari tiga tahun.
Departemen  Pertanian  di  Kepualaun  Syechelles  telah  mencoba  mengeringkan buah sukun dengan pengering kopra. Sukun segar berbentuk irisan setebal 0,63 cm diberi perlakukan pendahuluan berupa perendaman dalam larutan garam 1,2 persen dan “blancing” dalam air mendidih selama 35 menit, untuk mencegah perubahan warna. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 50 sampai 70 0C. Sukun kering hasil percobaan yang disimpan dalam wadah kedap udara, dapat awet sampai dua atau tiga tahun.
Di Malaysia buah sukun ada yang dijadikan tepung untuk pembuatan biskuit. Tepung sukun mengandung pati lebih kurang 60% dan karbohidrat 18%. Buah sukun dapat dimasukkan dalam golongan buah yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat
Buah sukun kering pula dimakan dalam bentuk rebusan setelah buah dikeringkan terlebih dahulu. Flavour atau cita rasa dan tekstur sukun rebus dari hasil pengeringan secara tunnel drying (suhu 60 0C) dan freeze drying  hampir tidak berbeda dengan sukun
rebus dari buah segar. Pengeringan sukun yang masih hijau pada suhu 60 oC (tunnel

drying) tidak memerlukan sulfitasi atau penambahan senyawa sulfit. Sedangkan berdasarkan pada sifat porositas bahan kering hasil penelitian ini, ternyata cara freeze drying lebih cocok untuk mengeringkan buah sukun yang akan digiling (dibuat tepung). Sukun kering hasil penelitian tersebut dapat disimpan dalam wadah kedap udara pada kondisi suhu ruang, dapat tahan lebih dari enam bulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar